Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia
A. Pengertian :
Kerukunan
umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat
adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap saling pengertian
dan menghargai tanpa adanya rasa diskriminasi dalam hal apapun,khususnya dalam
hal agama. Lalu adakah pentingnya Kerukunan Umat Beragama di Indonesia ?
jawabannya adalah “iya”
Kerukunan Umat Beragama adalah hal
yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri
ini, seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki keragamaan yang begitu
banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni,tapi juga termasuk
agama.
Walau mayoritas penduduk Indonesia
memeluk agama islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini.
Kristen,khatolik,budha dan hindu adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk
oleh warga Indonesia.
Setiap agama tentu punya aturan
masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alas an untuk berpecah
belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga
kerukunan umat beragama di Indonesia agar Negara ini tetap menjadi satu
kesatuan yang utuh.
B.
Macam-macam
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia :
1. Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu
suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya
: kerukunan sesama umat islam atau kerukunan sesama penganut umat Kristen.
2. Kerukunan antar umat beragama lain,
yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama
yang berbeda-beda. Misalnya : kerukunan antar umat islam dan Kristen, antara
pemeluk agama Kristen dan budha atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
C.
Bagaimana
menjaga Kerukunan Umat Beragama di Indonesia?
1.
Menjunjung
tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesame antar pemeluk agama yang
sama maupun yang berbeda. Rasa toleransi dapat terbentuk dalam macam-macam hal Misalnya
: perijinan pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek
dan mengganggu umat lain atau member waktu pada umat lain untuk beribadah bila
memeang sudah waktunya. Banyak hal yang bias dilakukan untuk menunjukkan sikap
toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama
umat di Indonesia
2.
Selalu
siap membantu sesame, jangan melakukan diskriminasi terhadap suatu agama
terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya : di suati daerah di
Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama
Kristen. Bagi anda pemeluk agama lain jangan lantas malas untuk membantu
saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbadaan agama.
3.
Selalu jagalah rasa hormat pada orang lain tanpa memandang
agama apa yang mereka anut. Misalnya : dengan selalu berbicara halus dam ramah.
Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
4.
Bila
terjadi masalah yang menyangkut agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin
tanpa harus saling menyalahkan. Para pemuka agama,tokoh masyaraka dan
pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan
tidak merugikan pihak manapun atau munkin malah menguntungkan pihak lain.
D.
Masalah
Kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia
Beberapa
masalah kerukunan umat beragam di Indonesia, terdapa empat masalah
tentang
kerukunan hidup umat beragama yang berkaitan dengan integrasi nasional, yaitu :
1. Masalah mempersatukan aneka warna
suku bangsa
2. Masalah kerukunan antar umat
beragama
3. Masalah hubungan minoritas dan
mayoritas
4. Masalah integrasi
kebudayaan-kebudayaan di irian jaya dan timor timur dengan kebudayaan di
Indonesia.
Adapun
focus dari kajian ini adalah berkaitan dengan masalah kerukunan, sehingga dapat
dilepaskan dari masalah ketidakrukunan atau konflik. Konsep kerukunan umat
beragama mengacu pada kerukunan yang terwujud diantara umat beragama dan bukan
kerukunan agama.
Kajian mengenai kerukunan umat
beragama terwujud dalam interaksi antar umat beragama. Ineraksi adalah hubungan
timbale balik antara dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai
identitas. Jika dalam interaksi yang terwujud agar umat agama yang berlainan
saling menonjolkan identitas agama masing-masing, maka yang terjadi adalah
ketidakrukunan, dan sebaliknya jika dalam interaksi dalam umat beragama
tersebut masing-masing pihak tidak mengaktifkan atau tidak menyimpan
identitasnya maka terjadilah kerukunan antar umat beragama.
E. Faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya masalah kerukunan antara lain :
1.
Sikap prasangka stereotype etnik dan dijiwai oleh suasana
persaingan yang tajam.
2.
Penyiaran
agama yang ditujukan kepada kelompok yang sudah menganut agama.
3.
Penyendirian
rumah beribadah, pendirian rumah ibadah kelompok minoritas ditengah kelompok
mayoritas juga dapat mengganggu hubungan antar umat beragama, keyakinan yang
bersifat mutlak ini menimbulkan penolakan yang bersifat mutlak pula terhadap
kebenaran agama lain yang diyakini oleh pemiliknya sebagai kebenaran mutlak.
F. POLA PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP
BERAGAMA
a. Perlunya Kerukunan Hidup Beragama
1. Manusia Indonesia satu bangsa, hidup
dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini sebagai titik tolak
pembangunan.
2. Berbeda suku, adat dan agama saling
memperkokoh persatuan.
3. Kerukunan menjamin stabilitas sosial
sebagai syarat mutlak pembangunan.
4. Kerukunan dapat dikerahkan dan
dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
5. Ketidak rukunan menimbulkan bentrok
dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara.
6. Pelita III: kehidupan keagamaan dan
kepercayaan makin dikembangkan sehingga terbina hidup rukun di antara sesama
umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun
masyarakat.
7. Kebebasan beragama merupakan beban
dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.
G. Kendala-Kendala
1.
Rendahnya
Sikap Toleransi
Menurut
Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang
ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan
(lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai
akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama,
khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat
beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja,
dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda
keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain. Masing-masing agama
mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain
bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah
perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan
sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik.
2.
Kepentingan
Politik
Faktor
Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika
bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah
kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun
hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir
menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita
selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak
hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu
yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita,
yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup
secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi
dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
3.
Sikap
Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama
secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia
telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan
sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang
menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama
seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat
menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam.
Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak
dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini
tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam agama
tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya
sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada
banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama
lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang
bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif
seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama
gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka
yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya
mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau
keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte
dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
Dari uraian diatas, sangat jelas
sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari permasalahan yang
menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.
No comments:
Post a Comment