Monday, January 13, 2014

DAMPAK FILM 5CM “Pengrusakan Ekosistem di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)”

Film 5cm sempat sangat membahana di dunia perfilman di Indonesia, terutama di kalangan para pendaki gunung. Film yang menurut saya bagus untuk di tonton ini ternyata menyimpan segudang masalah pasca pembuatannya dan dampak setelahnya.

Selain banyak mengundang kontra dari beberapa kalangan pendaki se-Indonesia, pembuatan film ini juga berdampak buruk bagi kelangsungan ekosistem di TNBTS sebagaimana tempat Film ini dibuat.

Herjunot Ali, Raline Shah, Fedi Nuril, Pevita Pearce, Igor Saykoji, dan Denny Sumargo tiba-tiba saja menjadi idola di kalangan ana-anak pendaki gunung. Kelima artis peran ini lewat film garapan Rizal Mantovani yang diproduseri oleh Sunil Soraya kemudian ikut pula menggairahkan pendakian gunung di Indonesia.

Diangkat dari novel best seller karya Donny Dhirgantoro yang berjudul 5 CM, film layar lebar ini diberi judul yang sama. Dibagian akhir film, para tokoh dalam film ini kemudian melakukan pendakian ke puncak tertinggi di Pulau Jawa, Semeru. Tentu saja lokasi pembuatan film ini juga berada di kawasan elite buat para anak-anak pehoby trekking di gunung, yaitu di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) di Jawa Timur. Namun kemudian banyak yang terjebak dengan film ini. Film 5 CM bukan sebuah film tentang pendakian gunung, tapi lebih bercerita tentang sebuah persahabatan. Hanya saja, ada cerita dimana mereka melakukan kegiatan pendakian ke gunung tertinggi di Pulau Jawa.

Dalam dunia kepariwisataan film ini sebenarnya sangat berdampak bagus sekali, karena semenjak film ini di tayangkan menjadi semakin banyak para pemuda bersama kawan-kawannya yang menjadi terpacu untuk medaki gunung.

Namun yang menghebohkan dan membuat geger para “Pecinta Alam” bukan filmnya, tapi proses pembuatan film itu sendiri, terutama proses pengambilan gambar di kawasan TNBTS. Baru beberapa hari saja kru datang mempersiapkan segala sesuatunya di Ranu Kumbolo, anak-anak pecinta alam di Jawa Timur sudah geger di jejaring sosial.

Dan banyak foto-foto beredar di sebuah group pecinta alam, yang merekam kegiatan pengambilan gambar di sana. Anak-anak pecinta alam di group jejaring sosial Facebook pun saling berantem, berdiskusi tentang pelaksanaan pembuatan film oleh Ram Soraya ini.

Biang keladinya teryata tuduhan perusakan lingkungan di kawasan TNBTS oleh para kru film Ram Soraya. Dari data yang berhasil dikumpulkan oleh para relawan, ternyata logistik mereka sangat fantastis. Dari kru film saja mereka membawa rombongan sebanyak 100 orang, sedangkan kru lokal sebanyak 150 orang yang bertugas sebagai porter. Logistiknya seberat 1200 kg dan ditambah 2500 kg peralatan sinematografi dan segala macam tetek bengeknya. Dapur umum untuk konsumsi tiap hari ada 4 buah, dengan dua dapur umum memakai bahan bakar kayu. Dan tentu saja banyak para kru yang mandi dan mencuci di danau Ranu Kumbolo yang terkenal itu.

Dan semenjak itu pula para wisatawan melakukan hal yang sama yang padahal sebelumnya tidak di perbolehkan untuk melakukan hal-hal yang dapar mencemari keindahan danau Ranu Kumbolo tersebut.

Yang mungkin paling tidak bisa di toleransi adalah saat dimana cara mereka memenuhi kayu untuk dapur dan untuk menghangatkan badan ketika suhu dingin. Ini dia perkaranya, para kru film ini menebang pohon cemara yang ada di kawasan TNBTS. Ada 3 batang pohon dengan diameter 60-80 cm, dan puluhan pohon dengan diameter 20-40 cm yang ditebang untuk keperluan mereka. Dari 3 batang pohon dengan diameter 60-80 cm ini, jika dikumpulkan akan menghasilkan paling tidak 20 kubik kayu. Sedangkan dari pohon dengan diameter 20-40 sm, jika yang ditebang 20 pohon saja akan menghasilkan 100 kubik kayu bakar. Jadi ada sekitar 120 kubik kayu yang dihasilkan dari penebangan pohon oleh kru film “5 CM”.

Sekedar catatan, untuk jenis pohon cemara yang ada di kawasan TNBTS, untuk mencapai diameter 60-80 cm dibutuhkan paling tidak lebih dari 50 tahun. Dan populasi pohon ini sudah sangat sedikit dikawasan TNBTS. Rupanya ini yang menjadi pangkal kemarahan para anak-anak pecinta alam dan fans berat Gunung Semeru.

Ada banyak jenis SIMAKSI yang bisa dikeluarkan untuk para pengunjung Taman Nasional. Ada SIMAKSI untuk para pendaki yang notabene sebagai wisatawan biasa, ada SIMAKSI untuk peneliti, juga untuk pengambilan gambar baik foto maupun video komersial seperti pembuatan film dan iklan. Untuk yang terakhir ini, mereka kemudian wajib membayar royalti ke kas negara atas hasil yang didapat dari kegiatan komersial yang dilakukan di kawasan TNBTS. Hal ini, saya tidak tahu, apakah Ram Soraya membayar royalti ke Kas Negara atau tidak atas hasil dari film 5 CM?

Jadi untuk sekedar membuat film yang ternyata bukan sebuah film petualangan di gunung, dengan judul 5CM harus menghabiskan kayu sebanyak 120 kubik hasil dari perusakan di kawasan TNBTS. Ini yang membuat mereka marah! Dan mungkin mereka sekarang sedang menggalang kekuatan dan dana untuk menggugat produser film secara hukum atas perusakan di TNBTS ini.


Semoga dari kejadian ini yang mungkin baru pertama kali terjadi di Indonesia, tidak terulang lagi.


Neria Chairunnisa - 3SA01 - 15611134
Kepariwisataan 2 (Softskill)

No comments:

Post a Comment